Senin, 12 April 2010

Tak berdaya

Aku paling benci perasaan tak berdaya. Ketika aku mengalami perasaan ini, biasanya aku tak bisa mengendalikan emosiku. Perasaan marahku akan siap meledak. Kadang amarah ini meledak ke dalam alias implosiv. Kadang ke luar alias eksplosif.

Kalau perasaan tak berdaya ini disebabkan oleh pria yang bukan atasan atau kolega senior dalam pekerjaan, aku biasanya meledak ke luar. Aku akan marah-marah meledak. Ternyata rasionalitas ekonomis masih menjagaku dari suatu hal yang eksplosif. Jika perasaan ini disebabkan oleh wanita, aku sering meledak ke dalam.

Amarah yang bersifat implosiv tidak baik bagi kesehatan. Secara fisik bisa menyebabkan migrain, leher pegal-pegal, napas sesak, ritme jantung tak teratur, serta diduga bisa menyebabkan kanker, gangguan jantung, ketakseimbangan hormon dan metabolisme tubuh, dll. Secara psikologis bisa menyebabkan depresi, gila, depersonalisasi, dan menjadi psikopat.

Aku sadar bahwa kelemahanku adalah ketika orang atau suatu sistem membuatku tak berdaya. Oleh karena itu, aku selalu membuat diriku berdaya. Bekerja dan memiliki penghasilan sendiri membuatku merasa berdaya. Menambah ilmu dan wawasan supaya aku merasa berdaya dalam pekerjaan dan obrolan dengan kawan-kawan. Dalam hal cinta, aku memang perlu belajar banyak. Paling sering aku merasa tak berdaya di bidang cinta.

Bagiku ada dua hal yang melindungiku dari rasa tak berdaya
  1. Akal sehatku, karena dia menjagaku untuk menghindari tindakan bodoh. Walau ada saat tertentu dia gagal.
  2. Kawan, ini paling penting, karena kesepian digabung dengan perasaan tidak berdaya adalah kombinasi buruk. Pilih kawan yang bisa memotivasi diri.

***

Aku bersyukur karena aku sudah berhasil mengatasi ketidakberdayaanku dalam studi master di Uni Bremen. Awalnya aku sempat stress dan mengalami depersonalisasi. Aku bingung kenapa mereka bisa pemrograman C++ dan aku tidak. Aku kesal mengapa mereka bisa mengetik Microsoft Word dan bisa membuat daftar isi otomatis sedangkan aku tidak. Aku iri mengapa aku sebagai lulusan teknik elektro bisa gaptek daripada kawan-kawan jurusan sosial.

Aku merasa tak berdaya. Egoku terusik. Aku mempertanyakan identitasku, tujuan hidupku, dll. Mengapa lulusan "terbaik Juli 2003" teknik elektro dari kampus teknik terbaik bernama ITB begitu gaptek?

Dua tahun, di Bremen, aku tak bisa studi dengan baik karena sibuk mencari jati diri. Aku butuh jawaban atas semua ketakberdayaanku dalam studi. Pertanyaanku terjawab satu per satu bagai rangkaian puzzle.

Aku berhasil mengatasi ketakberdayaanku dalam C++. Caranya adalah dengan berlatih dari buku, bab demi bab secara berurutan. Aku tak peduli dengan kata-kata orang untuk belajar C++ hanya yang perlu-perlu saja untuk project atau kerjaan. Aku tak mendengar pendapat mereka bahwa belajar dengan cara begini buang waktu. Ternyata dengan belajar selangkah demi selangkah, percaya diriku semakin meningkat. Aku tahu apa saja yang kubutuhkan buat studi. Aku makin mengerti bagian mana dari C++ yang kubutuhkan dan yang tidak.

Dalam hal mengetik cantik dan cerdas, aku mengatasi ketidakberdayaanku dengan belajar LaTeX. Kutinggalkan Word karena bikin trauma. Selain itu, aku mengurangi penggunaan perangkat lunak bajakan. Sebetulnya di Uni Bremen, aku ikut workshop yang satu modulnya adalah kursus kilat Microsoft Word. Ternyata aku tahu beberapa kelemahanku dalam memakai Word. Aku teracuni masa kecilku yang diberi bokap komputer murahan yang selalu kurang memori ketika Microsoft Word memiliki file terlalu besar.

Bokapku takut komputer, menularkan rasa takut pada anaknya. Dulu bokap studi di Swiss dan kesulitan dengan urusan komputer. Karena itu benda asing untuknya. Di Indonesia, bokap selalu membeli komputer keluarga yang murahan karena dia pelit dan tak mengerti komputer. Selain itu, dia menakut-nakutiku sehingga aku tak berani beli komputer sendiri yang lebih cocok untukku. Aku ini mendalami Teknik Elektro yang menyambut abad 21 dan bokapku hidup di zaman prakomputer.

Kembali ke mengetik cerdas cantik. Aku juga belajar LaTeX dari buku, selangkah demi selangkah. Aku tak peduli dengan kata orang, kalau aku membuang waktu. Aku dilahirkan memiliki rasa ingin tahu besar dan itulah aku. Aku harus menerima diriku apa adanya. Aku ingin bisa LaTeX, dan rasa ingin tahu dan ingin belajar mengalahkan cemoohan orang. Sekarang aku bisa mengetik LaTeX.

Aku ikut beberapa workshop di Uni Bremen tentang menulis yang baik, menghadapi stress, mengatur tujuan atau "goal", dan mengatur waktu. Aku mendapat pencerahan dari sini. Banyak orang memiliki masalah yang sama denganku. Aku tersadarkan bahwa untuk sukses dalam studi, aku harus banyak mendengar apa kata hatiku dan harus sadar ingin menjadi apa aku nanti. Aku harus berhenti berputar dalam delusi tentang "apa kata orang nanti". Ada satu hal yang kupelajari dari membangun percaya diri, yaitu mengetahui kelebihan dan kekurangan diri. Dengan mengetahui itu, kita tahu di mana kita berpijak. Lalu memiliki tujuan, yang membuat kita berjalan ke arah baru.

Setelah mengumpulkan rasa percaya diri dan mengurangi rasa tidak berdaya, kuberanikan diriku untuk mendaftar thesis. Hari demi hari kurasakan bahwa aku memiliki kontrol atas diriku sendiri. Aku tahu apa yang kumau. Masa-masa gelap di Bremen telah berlalu. Aku sudah siap lulus master.

***

Dalam hal cinta, aku merasa tak berdaya biasanya kalau aku sulit mendapat kesempatan pedekate atau sulit mencari waktu untuk menyatakan cinta. Ketika lagi mau mendekati tiba-tiba ada kegiatan, atau orang, yang menjauhkan aku dari si doi. Kesempatanku hilang. Aku sering terbutakan oleh ini dan tak melihat bahwa kesempatan lain akan datang.

Nah, tentang pernyataan cinta. Aku ini termasuk cowo pengecut. Aku tak pernah berani menyatakan cintaku di depan umum. Aku cuma berani menyatakan cinta ketika kami cuma berdua saja. Aku ingin melihat si doi dan ingin dia melihatku tidak terganggu orang di sekitarku. Aku ingin melihat matanya, aku ingin melihat dirinya yang sebenarnya. Aku tak ingin "peer pressure" turut menentukan jalan cinta kami. Aku hanya ingin kami berdua saja yang menentukan akan ke mana arahnya. Aku biasanya kesal kalau sulit mendapat kesempatan hanya untuk berdua. Aku biasanya akan uring-uringan dan salah tingkah. Pada saat inilah emosiku akan labil. Di saat inilah aku bakal tak berdaya.

Aku musti banyak belajar dalam hal cinta. Saat ini, aku masih jomblo. Itu pertanda bahwa aku masih belum sukses bercinta. Aku tak tahu musti menerima pelajaran apa saja dan berapa lama hingga mencapai cinta yang berada dalam suatu komitmen bernama pernikahan dan keluarga. Aku ingin membangun keluarga bersama wanita yang kucintai. Setiap perjalanan dimulai dari satu langkah. Kata temanku, sekali sudah bergerak maju, pantang mundur ke belakang.

***

Aku harus membuat diriku berdaya. Hanya orang yang berdaya saja yang bisa membangun negeri menjadi berdaya.

Darah juang!