Senin, 29 April 2013

Dharma

Hari ini kudapat aliran data dari seorang kawan DAAD di Facebook Wall, eh Timeline, milikku.
Penyanyi pengen jadi caleg, Presidennya pengen jadi penyanyi. 
Akupun tersenyum. Penyanyi ingin jadi politisi dan politisi ingin jadi penyanyi.  Mengapa mereka tidak serius jadi penyanyi profesional? Suara mereka kan lebih merdu dalam dendang daripada dalam rapat-rapat politik. Mengapa mereka tidak jadi politisi profesional? Berpolitik setengah hati inilah yang membuat negara menjadi setengah negara.

Aku kembali tersenyum. Hal ini mengingatkanku masa-masa aku terombang-ambing dahsyat dalam menentukan tujuan hidupku. Sebetulnya saat ini juga aku masih bingung ingin jadi apa aku. Walau ketidakstabilannya tak sedahsyat dahulu.

Aku suka mengajar. Aku selalu merasa Dharmaku di sana. Aku pernah jadi guru les privat dan di tempat kursus, semasa kuliah S1 di Bandung. Selulus kuliah, aku pernah menjadi pengajar di SMA dan juga di universitas. Kusangka aku akan jadi seorang pengajar.

Karena kebetulan aku memilih jurusan Teknik Elektro, aku ingin jadi dosen jurusan tersebut. Karena kebetulan juga aku memilih Teknik Kendali. Aku ingin mengajar hal-hal yang berhubungan dengan Kontrol. Kebetulan lagi, aku mendapat beasiswa DAAD, hingga bisa kuliah ke Jerman. Karena kebetulan aku pernah kursus bahasa Jerman, kuberanikan diri mengambil kesempatan ini. 

Kenapa kusebut kebetulan? Karena aku tak tahu kenapa aku memilih Teknik Elektro. Seingatku, aku memilih jurusan ini di menit-menit terakhir mengantri mengumpulkan formulir UMPTN di GSG ITB. Aku juga tak tahu kenapa memilih Teknik Kendali. Seingatku, ini karena menghindari pilihan Elektronika, "Arus Kuat", dan "Telkom". Aku juga tak tahu kenapa kursus bahasa Jerman di Goethe Institute Bandung. Aku membiarkan hidupku mengalir begitu saja. Kata orang yang beriman, kubiarkan takdir membawaku mengikutinya.

Akan tetapi, hidup tanpa tujuan akan membawa bencana. Tantangan kehidupan akan selalu menghadang. Kuliah S2 di Jerman ternyata membuatku merenungkan ulang tujuan hidupku. Topik yang kupilih, yaitu Robotika, ternyata bukan hal yang cocok untukku. Aku dihadapi kebimbangan antara mengganti topik atau tetap bertahan. Jika ganti topik, aku harus memulai dari nol. Jika bertahan, aku sudah terlalu letih dalam topik yang rumit dan tak cocok. Selain itu, aku harus kembali ke Indonesia karena ikatan dinas. Jika aku kembali tanpa gelar, aku akan diinjak-injak rekan kerja. Jika aku memiliki gelar, ada kemungkinan butuh waktu tambahan, dan aku tak tahu nasib pekerjaanku. Kebimbangan yang lama.

Suatu hari, aku bertemu seorang peramal. Dia berkata kalau aku akan menjadi manusia super. Akan tetapi, aku harus mengatasi kebimbanganku ini. Kata-kata dan intonasi peramal ini begitu menyentuh hatiku. Mata kami berdua saling mengerti makna yang tak terucap dari kata-katanya. Tiba-tiba aku seperti melihat cahaya, dan aku mulai tahu harus berjalan ke mana.

Aku membuang topik lama. Aku mulai dengan sesuatu yang baru. Baru saja kumulai, aku menerima hadiah ulang tahun di pagi hari: surat pemecatan (tulisannya: surat usulan pemecatan). Kemudian di siang hari, aku mau curhat dengan dengan wanita yang dekat di hatiku. Wanita inilah yang selalu membuatku memiliki harapan untuk kembali ke Indonesia. Ternyata ia bersama pria lain, kekasih barunya. Aku pun remuk redam.   Aku melihat tujuan hidupku menjadi dosen di Indonesia hancur sudah. Aku kehilangan alasan untuk kembali ke sana. Tatapan mataku pun kosong.

Aku pun pergi keluar. Aku ingin melihat langit biru. Kuhirup udara kota Bremen. Aku rindu akan pelukan udara kota Bandung dan ingin sekali kuhirup udara malam Bandung yang romantis. Namun kerinduan ini sepertinya takkan kurasakan kembali. Tempatku di Jerman dan harus kuselesaikan Dharma Mahasiswa. Aku harus menyelesaikan studi sebagaimana Arjuna harus turun ke medan Kurusetra setelah mendapatkan Bhagawad Gita. Hari itu, akupun nonton Harry Potter sendirian di bioskop. Aku ingin melupakan semua masalahku pagi hingga sore. Sepulangnya akupun tertidur, kulepaskan penat dan ruwet, dengan harapan esok yang lebih baik.

Aku bangun dengan segar. Segenap kekhawatiranku hilang. Aku bangun dengan penuh tanda tanya. Namun tanda tanya ini tidak menyiksaku seperti dahulu. Tanda tanya ini malah mendorongku untuk maju. Aku jadi senang belajar hal baru. Aku ikut seminar dan kelas "creative writing", manajemen waktu, "stress management", dll. Aku mengganti topik. Aku mengerjakan dengan semampuku. Walau topik ini tidak terlalu menyenangkanku, namun aku berusaha menyelesaikan semampuku. Yang penting lulus. Setelah itu, gimana nanti.

Ketika aku lulus master, aku dihadapkan kebimbangan. Pekerjaan apa yang kuinginkan? Programmer? Electrical Engineer? Automation Engineer? Ph.D. student? Peneliti? Di Jerman atau di Indonesia?
Pada wawancara pekerjaan programmer, aku tidak bisa menjawab apa itu polymorphisme.
Pada wawancara pekerjaan engineering, aku tidak bisa menjawab power spectral density juga tentang motor listrik.

Setelah melalui beberapa wawancara, akupun akhirnya bisa bekerja di perusahaan outsourcing "M". Kemudian aku disewakan kepada perusahaan outsourcing "H". Perusahaan ini menyewakanku kepada perusahaan "S" di Herzogenaurach, Bayern. Aku pun bekerja sebagai Test Engineer. Aku pun bekerja sambil membawa pertanyaan, apakah ini pekerjaan yang cocok buatku. Pertanyaan kusimpan, aku bekerja semampuku dan belajar banyak hal baru. Semakin lama kusadari bahwa pekerjaan ini tak cocok buatku. Setelah 1 tahun dan 4 bulan,  kontrakku tak diperpanjang. Aku lega karena aku tak perlu lagi mengerjakan hal-hal yang tidak mengembangkan diriku menuju Dharmaku.

Perusahaan "M" membawaku wawancara ke sana dan ke sini. Akupun dijual kepada perusahaan "D" di Bremen. Aku menjadi engineer. Aku harus belajar lagi banyak hal baru di tempat kerja baru. Akupun kembali ke kota Bremen dengan orang-orang yang berbeda dengan dahulu. Aku juga tak lagi sama. Aku menyimpan pertanyaan tentang tujuan hidup. Apakah menjadi engineer di Jerman adalah Dharmaku? Apakah Bremen rumahku? Apakah ini pekerjaan yang cocok?

Oh, ya, aku juga sempat cuti ke Indonesia tahun lalu. Bandung kini berbeda dengan dahulu. Namun udara malamnya masih romantis, sih. Lebih panas, tapi udara malamnya masih memelukku penuh cinta. Aku melihat geliat ekonomi dalam perjalanan sepanjang Jakarta dan Bandung. Makanan yang biasa kumakan di Jerman, ada semua di Bandung. Akupun bertanya, apakah rumahku di Indonesia. Haruskah kukembali? Jika aku kembali, mau jadi apa?

Perjalananku mencari jati diri belum selesai. Aku tak tahu mau jadi apa, tapi aku tahu tidak mau jadi apa. Dharmaku bukanlah menjadi politisi. Juga bukan jadi penyanyi. Walau ada tawaran jadi caleg, aku merasa bahwa aku tidak memiliki akar politik yang kuat dan takkan mungkin bertahan jadi politisi yang profesional dan jujur. Jadi penyanyi pun tak mungkin karena aku cacat irama. Walau begitu, aku mulai berpikir menjadi eDJ, yaitu DJ abal-abal yang mengandalkan software di laptop dan tidak memakai piringan vinyl seperti DJ sejati. Hehehe.

Dharmaku sebagai pengajar, kulampiaskan dengan berbagi di blog. Kalau cukup bahan dan ilmu, mungkin aku akan membuat buku. Dharmaku sebagai pecinta engineering, kujalankan sebaik-baiknya dalam pekerjaanku sebagai engineer. Dharmaku sebagai musisi, kuejawantahkan dengan rajin bernyanyi di kamar mandi (haha). Dharmaku sebagai seorang aficionado dalam sosial politik, cukup kutuangkan dalam tulisanku di blog saja, kaga perlu jadi anggota parlemen. Dharmaku sebagai pecinta sains, kubiarkan hidup dalam diskusi-diskusi bersama kawan-kawan  di Bremen yang sedang menempuh studi doktoral.

Bagaimana dengan Dharmaku sebagai pejuang cinta?
Untuk itu, aku masih mencari wanita pembawa minyak. Kuyakin minyak yang dibawanya adalah minyak sakti yang bisa menyalakan lentera jiwaku hingga terang-benderang dan penuh kehangatan.


Ini lagu lentera jiwa dari Nugie.
Silahkan dinikmati.

Bremen, 28 April 2013

2 komentar:

Noor Titan mengatakan...

Pernah merasakan kebimbangan yang sama. Salam kenal! Tulisan yang luar biasa, memberi preview tentang apa yang akan kuhadapi di masa depan :)

iscab.saptocondro mengatakan...

Masa depan dan preview.
Masa lalu dan postview.