Sabtu, 24 Agustus 2013

Kicauan Republik Kelamin Mencari Perawan

Pada suatu hari, burung kuntul berkicau di Republik Kelamin. Ia berkicau tentang suatu test keperawanan. Karena burung kuntul merasa hal-hal kelamin lebih penting daripada kasus korupsi migas hasil ngecrot dari dalam bumi. Hal-hal kelamin ini juga lebih penting daripada mata uang Republik yang nilainya menurun bila dibandingkan dollar (dan mata uang Eropa).

Di Republik ini, Kelamin über Alles, seperti ramalan The PanasDalam. Selain meramal band ini juga bercerita tentang Cita-cita Republik Kelamin, dengan semboyan "Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Di mana ada kemaluan, di sana banyak persoalan".

OK, semboyan The PanasDalam sesungguhnya adalah "Argumentum in absurdum". Jadi Republik Kelamin ini betul-betul se-absurd tulisan ini. Dalam jurnalisme, kita kenal 5W+1H (what, where, when, who, why, how). Apa itu perawan? Apa itu test keperawanan? Di mana dan kapan perawan? Siapa perawan? Mengapa test keperawanan? Bagaimana test keperawanan? Akankah pertanyaan tersebut dijawab dengan absurd, mari baca posting ini lebih lanjut.

***

Artikel KOMPAS menyebutkan test keperawanan untuk masuk sekolah perlu dijadikan undang-undang oleh Zainal Alim, Sekretaris MUI Pamekasan.
Zainal mencari perawan

Jadi menurut Zainal, perlu ada sekolah untuk perawan dan sekolah lain untuk bukan perawan. Jadi perlu ada diskriminasi hak memperoleh pendidikan antara yang perawan dan yang bukan. Hal ini sebetulnya melanggar Pancasila sila ke-3 dan ke-5, UUD pasal  31 ayat 1, serta UU Sistem Pendidikan Nasional 2003.

Zainal juga mengasumsikan bahwa ada ahli keperawanan. Aku menduga Zainal dulu pernah masuk kuliah kedokteran, lalu mengambil spesialisasi di bidang kandungan, sistem reproduksi, ginekologi, dan semiripnya. Sehingga ia tahu bahwa dalam kedokteran, ada ahli keperawanan. Ia mengasumsikan bahwa ahli keperawanan tahu perbedaan antara deformasi selaput dara setelah mengalami hubungan seks, setelah kecelakaan, dan setelah olahraga.

***

Menurut Ayu Utami di Deutsche Welle, test keperawanan itu penghinaan martabat manusia.
Standar selaput dara yang perawan

Menurut Ayu Utami, test keperawanan berdasarkan selaput dara itu absurd. Secara teknis, harus ada standar selaput dara yang universal untuk menentukan bentuk ini perawan dan bentuk itu bukan. Aku jadi teringat era fasisme Hitler tahun 1930-an hingga 1940-an, ada suatu standar yang ini Jerman dan yang itu bukan, yang ini Yahudi dan yang itu bukan. Yang Jerman asli dapat akses pendidikan lebih dari yang bukan. Yang bukan Jerman asli, kadang dihabisi. Yang Yahudi juga dihabisi. Standar selaput dara menimbulkan fasisme perawan.

Selain itu, selaput dara bisa dioperasi pemudaan. Jadi wanita yang sudah berkali-kali berhubungan seks dengan banyak pria maupun berbagai mainan, bisa kembali memiliki selaput dara baru. Dengan asumsi perawan itu mereka yang memiliki selaput dara indah sesuai standar, wanita seperti ini bisa kembali "perawan". Aku pun ingin bertanya kepada Dewi Persik, gimana caranya operasi ini dan ingin melihat dengan mata sendiri bagaimana hasilnya.



***

Di Jurnal Perempuan, Mariana Aminudin berpendapat bahwa tes keperawanan itu kebodohan yang mempermalukan perempuan. Pada artikel tersebut, test keperawanan dilakukan dengan cara memasukkan dua jari ke dalam vagina perempuan. Aturannya cuma satu “Kalau jari saya mentok berarti masih perawan”.

Mitos selaput dara

Jika standar test keperawanan itu berdasarkan mitos, sekolah menjadi tidak lagi mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat UUD 1945. Metode colok 2 jari ini, juga bisa saja bersifat traumatis bagi perempuan. Siswi yang masih remaja harus deg-degan berbaris menuju suatu ruangan. Ia dipaksa oleh negara untuk mengangkang kemudian alat pribadinya dilihat orang asing, dipegang, dan dibuka dengan jari. Saat itu, vaginanya bukan miliknya lagi. Vaginanya dipegang dan ditusuk dengan jari dengan paksaan negara.

Sesungguhnya wanita yang diperkosa itu terjadi ketika tubuhnya direnggut paksa bukan atas kehendaknya sendiri. Dalam pemerkosaan, wanita kehilangan kontrol atas tubuhnya. Tubuhnya menjadi milik pemerkosanya. Dalam test keperawanan oleh negara, wanita pun merasakan kehilangan yang sama atas alat genitalnya. Tubuh jadi milik negara. Negara berhak mengobok-obok vaginanya tanpa peduli apa yang diinginkan perempuan yang memiliki vagina.

Test keperawanan jadi aturan hukum?

***

Adakah test keperawanan yang tidak perlu mengobok-obok vagina?

Seperti yang diceritakan Om Anton, dulu ada test keperawanan menurut Soekarno. Test ini berhubungan dengan simetri pentil payudara.

Test keperawanan seperti di atas juga sebetulnya mitos. Penjelasan rasionalnya, pentil yang di bawah garis mungkin terjadi karena wanita tersebut telah mengalami fase hamil dan kemudian menyusui. Biasanya wanita hamil itu tidak perawan, di zaman Soekarno. Zaman sekarang, ada inseminasi buatan, jadinya wanita bisa saja hamil tanpa berhubungan seks. Metode Soekarno tersebut juga gagal diterapkan di masa kini, karena penemuan push-up bra.

Pesanku tentang push-up bra adalah "Wanita yang percaya diri adalah wanita yang menonjolkan kelebihannya, bukan melebihkan tonjolannya."

***

Bukan hanya Soekarno yang mencoba membuat teori keperawanan tanpa mengobok-obok vagina. Males Banget dot com juga mencoba membuat test keperawanan berdasarkan kuis. Menurut Test Keperawanan MDBC ini, tidak bisa kuketahui apakah aku perawan atau tidak. Semoga hasil test ini tidak ada hubungannya dengan bencana toilet yang kualami waktu itu.

***

Kupikir-pikir isu keperawanan di Republik Kelamin ini hanyalah suatu bentuk "escape from reality" alias pengalihan isu dari kenyataan adanya kasus korupsi Migas yang mungkin melibatkan partai penguasa dan adanya penurunan nilai mata uang yang menunjukkan gejala awal krisis ekonomi.


***
Mari kita dendangkan kicauan absurd Republik Kelamin. 
Tiada yang lebih logis daripada sarkasme.












***

Di mana ada kemauan, di situ ada jalan.
Di mana ada kemaluan, di sana banyak persoalan.


***

Bremen, 23 Agustus 2013

iscab.saptocondro

Disclaimer:
Tulisan "Republik Kelamin Mencari Perawan" ini tidak memiliki hubungan dengan acara "Indonesia Mencari Bakat"

Tidak ada komentar: