Aku lagi ingin bisa menulis secara sistematis. Akhir-akhir ini, sering muncul ide mendadak tentang sesuatu, yang sebagian cocok untuk jadi bahan tulisan. Tetapi karena "bad timing", aku tidak bisa membuahkan ide menjadi tulisan. Sebagian ide kucatat di buku, dengan harapan akan jadi tulisan. Sayangnya sebagian besar ide, kucatat terpencar-pencar di cuitanku di media sosial. Jadinya kalau mau mengingat-ingat ide, harus kucari di mesin pencari media itu.Ternyata mencatat ide juga harus sistematis, bukan hanya menumpahkan ide tersebut jadi tulisan.
Kesulitanku dalam menulis secara sistematis juga tidak hanya terjadi dalam dunia blogging, melainkan dalam hal kegiatan akademik yang seharusnya jadi Dharma utamaku 2013 s.d. 2017. Aku jadi tidak bisa menulis paper ilmiah. Padahal seharusnya seorang mahasiswa doktoral menghasilkan publikasi ilmiah secara rutin. Kuputuskan untuk mengakhiri perjuangan doktoralku dan kupilih bekerja menjadi engineer pemekas perangkat lunak.
Menjadi engineer, aku menulis sistematis karena dipaksa oleh komputer. Kalau coding kan bisa error, kalau aku menulis tidak patuh aturan dan tidak taat algoritma. Hal-hal non coding, hanyalah tulisan pendek di readme dan dokumentasi. Sebagian sisa-sisa didikan akademik dalam pendidikan doktoral memang membantuku menulis dokumentasi secara sistematis. Tapi aku masih menyimpan segenggam kecewa karena tak menamatkan studi doktoral.
Kini aku berusaha menulis blog secara rutin kembali. Tujuannya untuk mengembalikan kemampuan menulisku yang tertekan masalah psikologis: writer's block / Schreibblockade / mampat nulis (en,de). Sebetulnya masalah psikologis dalam menulis ini terkait dengan persoalan finansial dan keluarga. Semua kegalauan membuatku mampat menulis. Aku harus mengobatinya dengan menulis hal-hal panjang, yang bukan hanya 120 karakter di media sosial. Jadilah aku berusaha merutinkan tulisan panjang yang sistematis: dari menyusun ide, mengumpulkan bahan, hingga menjadi tulisan. Kemampuan ini kucoba kubangkitkan kembali, setelah terkubur terlalu lama dalam kegalauan jiwa.
Semoga tulisan ini bisa merutinkan aku dalam menulis. Jadi blog ini tidak sepi lagi.
Stuttgart, 1 Suro eh 1 September 2019,
iscab.saptocondro
PS. Aku pindah ke Stuttgart: akan kuceritakan pada tulisan blog selanjutnya
Ignatius Sapto Condro Atmawan Bisawarna bisa bicara banyak di Blogs
Senin, 02 September 2019
Selasa, 12 Februari 2019
Tercatat dalam buku
Aku teringat kawanku yang memiliki dua buku tulis. Satu buku selalu dibawanya ke mana-mana. Satu lagi ditaruhnya di sebelah tempat tidur.
Buku yang selalu dibawanya adalah buku ide. Setiap kawanku mendapat ide, ia lekas menuliskan idenya di buku tersebut. Kalau lagi ngobrol bareng, kadang ada orang lain mencetuskan ide yang menarik, kawanku juga lekas mencatat ide tersebut.
Buku yang ditaruh di dekat tempat tidur ialah buku mimpi. Jadi kalau ia bangun atau terjaga dari tidur, ia bisa mencatat mimpi apa sebelumnya. Tentu saja kalau ia masih ingat mimpinya. Aku tidak terlalu tahu apakah kawan ini senang masang nomor seperti diriku, atau tidak. Yang jelas, buku mimpi yang ia gunakan, sangat membantunya dalam kegiatan story telling.
Kedua buku tersebut membuat kreativitas kawanku dalam berkarya. Ada ide-ide yang muncul dalam kegiatan keseharian secara sadar. Ada yang muncul dalam mimpi. Ada yang muncul dadakan ketika memandang jendela angkutan umum dalam perjalanan. Ada yang muncul tiba-tiba saat di kamar mandi.
Zaman sekarang ialah zaman aplikasi digital pada gawai elektronik. Mencatat ide maupun mimpi sebetulnya bisa dilakukan dengan apps. Namun ada sensasi tersendiri ketika menulis dengan tangan dan bolpen, pada buku kertas. Tekanan pada jari, gerak pergelangan tangan, semua bisa mengalun sesuai irama jiwa, ketika menulis dengan bolpen dan buku tulis. Aplikasi digital hanya memiliki gerakan tunyuk-tunyuk dan swipe, yang kurang cocok dengan irama jiwaku.
Ada hal yang kutiru dari kawanku, yaitu buku ide. Aku tidak mencatat mimpi, jadi buku mimpi tak terlalu kubutuhkan. Aku juga lebih suka melupakan mimpi, karena tak mau meramal masa depan, yang kaga ada hubungannya dengan masang nomor.
Kembali ke buku ide. Aku hanya menggunakannya untuk mencatat ide-ide apa yang muncul dalam rangka penulisan blog-blog milikku ke depan. Akan tetapi aku tidak memiliki kebiasaan seperti kawanku yang bawa buku ide ke mana-mana dan sigap mencatat ide yang muncul. Ada beberapa ide yang sempat kucatat. Ke depannya, aku akan mengisi blog sesuai dengan ide-ide pada bukuku.
Oh, ya, kalau ada yang bertanya apakah tulisan ini berasal dari buku ide, maka kujawab tidak. Aku hanya ingin menulis sesuatu demi mengisi blog ini, tapi aku lupa mau menulis apa. Kubuka buku ide, aku merasa bukan waktu yang tepat untuk menulis sesuai ide-ide yang telah kucatat sebelumnya. Ada ide tulisan yang membutuhkan riset (maksudnya Google Search). Ada ide yang membutuhkan kondisi emosi dan fisik yang pas: sekarang lewat tengah malam, semangat tidur, demi pagi indah siap kerja.
Kalau ada pembaca yang ingin memberi ide mengenai apa yang perlu kutulis di blog ini, silahkan komentar atau kirim pesan via akun-akun media sosial milikku: aku mudah ditemukan di Google.
Lindau, 12 Februari 2019
iscab.saptocondro
"Menulislah! Writing tresno, jalaran soko kulino."
Buku yang selalu dibawanya adalah buku ide. Setiap kawanku mendapat ide, ia lekas menuliskan idenya di buku tersebut. Kalau lagi ngobrol bareng, kadang ada orang lain mencetuskan ide yang menarik, kawanku juga lekas mencatat ide tersebut.
Buku yang ditaruh di dekat tempat tidur ialah buku mimpi. Jadi kalau ia bangun atau terjaga dari tidur, ia bisa mencatat mimpi apa sebelumnya. Tentu saja kalau ia masih ingat mimpinya. Aku tidak terlalu tahu apakah kawan ini senang masang nomor seperti diriku, atau tidak. Yang jelas, buku mimpi yang ia gunakan, sangat membantunya dalam kegiatan story telling.
Kedua buku tersebut membuat kreativitas kawanku dalam berkarya. Ada ide-ide yang muncul dalam kegiatan keseharian secara sadar. Ada yang muncul dalam mimpi. Ada yang muncul dadakan ketika memandang jendela angkutan umum dalam perjalanan. Ada yang muncul tiba-tiba saat di kamar mandi.
Zaman sekarang ialah zaman aplikasi digital pada gawai elektronik. Mencatat ide maupun mimpi sebetulnya bisa dilakukan dengan apps. Namun ada sensasi tersendiri ketika menulis dengan tangan dan bolpen, pada buku kertas. Tekanan pada jari, gerak pergelangan tangan, semua bisa mengalun sesuai irama jiwa, ketika menulis dengan bolpen dan buku tulis. Aplikasi digital hanya memiliki gerakan tunyuk-tunyuk dan swipe, yang kurang cocok dengan irama jiwaku.
***
Ada hal yang kutiru dari kawanku, yaitu buku ide. Aku tidak mencatat mimpi, jadi buku mimpi tak terlalu kubutuhkan. Aku juga lebih suka melupakan mimpi, karena tak mau meramal masa depan, yang kaga ada hubungannya dengan masang nomor.
Kembali ke buku ide. Aku hanya menggunakannya untuk mencatat ide-ide apa yang muncul dalam rangka penulisan blog-blog milikku ke depan. Akan tetapi aku tidak memiliki kebiasaan seperti kawanku yang bawa buku ide ke mana-mana dan sigap mencatat ide yang muncul. Ada beberapa ide yang sempat kucatat. Ke depannya, aku akan mengisi blog sesuai dengan ide-ide pada bukuku.
Oh, ya, kalau ada yang bertanya apakah tulisan ini berasal dari buku ide, maka kujawab tidak. Aku hanya ingin menulis sesuatu demi mengisi blog ini, tapi aku lupa mau menulis apa. Kubuka buku ide, aku merasa bukan waktu yang tepat untuk menulis sesuai ide-ide yang telah kucatat sebelumnya. Ada ide tulisan yang membutuhkan riset (maksudnya Google Search). Ada ide yang membutuhkan kondisi emosi dan fisik yang pas: sekarang lewat tengah malam, semangat tidur, demi pagi indah siap kerja.
Kalau ada pembaca yang ingin memberi ide mengenai apa yang perlu kutulis di blog ini, silahkan komentar atau kirim pesan via akun-akun media sosial milikku: aku mudah ditemukan di Google.
Lindau, 12 Februari 2019
iscab.saptocondro
"Menulislah! Writing tresno, jalaran soko kulino."
Langganan:
Postingan (Atom)