Jumat, 26 Desember 2008

Death Obsession in Virginia Tech

Hehehe... jangan tertipu dengan judul Bahasa Inggris.

Aku pemakai Bahasa Indonesia yang taat. Aku lagi pengen bincang2 masalah obsesi akan kematian. Salah satu contoh, mahasiswa Virginia Tech yang bernama Cho Seung-Hui yang menembaki orang-orang di asrama dan kampus lalu bunuh diri. Ada 32 orang mati terbunuh, atau mungkin sudah nambah.

Aku juga punya pengalaman lain. Aku juga pernah terobsesi dengan kematian. Tahun 2000-2002, ketika aku patah hati, aku selalu membayangkan kematian. Pernah berpikir bagaimana ya rasanya bunuh diri. Aku juga marah kepada banyak orang, seluruh dunia serasa memojokkanku dan merendahkanku. Sebelum tidur, aku berpikir besok aku akan mati, lalu ketika bangun tidur, aku bertanya-tanya mengapa aku belum mati. Mungkin pikiran Cho, mahasiswa Virginia Tech itu, ada suatu hal yang mirip. Dia punya sifat homicidal dan suicidal. Kalau dulu, aku rasanya punya sifat suicidal, walaupun marah kepada orang-orang di sekitarku, aku tidak ingin membunuh mereka. Cho membunuh lalu bunuh diri.

Homicidal = membunuh orang lain

Suicidal = membunuh diri sendiri

Pengalaman lain selama kuliah adalah mengenal seorang kawan yang berusaha bunuh diri. Pagi hari, aku dan dia main karambol bareng sambil ngobrol-ngobrol. Dia sepertinya banyak pikiran, sehingga aku bisa menang main karambol. Biasanya aku mudah dikalahkan. Lalu aku kuliah, dan dia bilang dia mau pergi ke BIP. Ketika siangnya aku kembali dari kuliah, kawanku ini sedang dibicarakan banyak orang. Dia diantar ke rumah sakit. Aku lalu bertanya-tanya, orang-orang malas menjawab. Aku mendapat informasi sepotong-sepotong, lalu bagaikan puzzle, info kususun. Dia pergi ke BIP membeli pisau. Lalu mencoba memotong urat nadi dengan menyayat tangan. Karena sayatan yang salah, dia masih bisa selamat, walau darah di mana-mana. Info lain, kudapatkan bahwa dia patah hati. Sebetulnya, selain patah hati, dia juga punya masalah dengan orang tuanya. Orang tuanya ingin dia kuliah di ITB, tapi dia ingin kuliah jurusan lain yang tidak ada di ITB. Masalahnya kompleks. Kawanku ini sering membuat gambar-gambar kartun yang ceritanya aneh, penuh kekerasan, dan banyak adegan sadis. Kalau aku melihat goresan pensil pada gambarnya, aku merasakan nuansa, suatu masalah dalam kejiwaan. Yang menakutkan adalah aku merasakan bahwa kekacauan jiwanya adalah gambaran diriku. Aku merasakan semua kegalauannya sama dengan kegalauanku yang sedang patah hati.

Nuansa kejiwaan yang bermasalah dari Cho (pembantai di Virginia) dan kawanku yang mencoba bunuh diri, kutangkap dari karya-karya mereka. Cho dengan video dan tulisannnya, kawanku ini dengan gambar-gambarnya. Semuanya menggambarkan diriku, ketika dulu aku terobsesi dengan kematian. Mereka memilih jalan mereka masing-masing. Cho membantai lalu bunuh diri, dan mati. Kawanku mencoba bunuh diri, selamat, dan kuliah di jurusan yang diinginkan lalu nampaknya dia senang dengan kehidupan barunya. Aku juga memilih jalanku. Aku terbebas dari patah hati, setelah bertemu wanita yang hebat yang mau jadi pacarku, lalu bisa lulus S1, kerja, dan lanjut kuliah S2. Andai Cho, memilih jalan lain, mungkin cerita bakal berbeda.

Kata psikolog aliran Freudian (Sigmund Freud), obsesi terhadap kematian berhubungan dengan fiksasi anal. Perkembangan jiwa (kata aliran Freudian) berhubungan dengan perkembangan seksual, yang terbagi dalam fasa-fasa tertentu. Ada yang salah pada fasa anal, sehingga timbul masalah fiksasi anal. Karena aku ini kaga mengerti psikologi, maka tolong, ya, kalau punya kawan psikologi, kasih tahu aku dan minta dia jelasin apa itu fiksasi anal.

Nah, karena aku tidak tahu apa itu fiksasi anal. Maka sekarang aku ngelantur kaga jelas. Apakah fiksasi anal itu berhubungan dengan buang air besar? Setiap kali aku buang air besar, aku berlama-lama di WC. Butuh 5 menit (kata orang 10 menit) menunggu, hingga hajat pertama keluar. Lalu hajat terakhir pun keluarnya lama. Selain itu, buang hajat rasanya enak sekali. Mungkin ada hubungannya juga dengan sensasi seksual. Aku pun baru mau bersih diri (cebok) ketika hajat terakhir sudah habis dan mengikuti aliran guyuran. Let it flow, man! Aku pun punya ritual bersih diri yang lama dan panjang. Pertama aku siram anusku dengan air (boros air dah) sampai agak-agak yakin tidak ada banyak hajat di situ. Lalu aku bersih diri dengan sabun, hingga dua kali. Aku merasa kurang bersih kalau hanya sekali. Mmmm, mungkin juga ada sensasi seksual tertentu ketika aku bersih diri. Nah, di Jerman, karena pakai tisu, aku bersih diri banyak memboroskan tisu.

apakah ada hubungannya sensasi asyik ketika buang air besar dan bersih diri, dengan fiksasi anal?

BTW, aku juga kalau mandi lama. Aku rasanya senang sekali, kalau air mengalir membelai tubuhku. Aku senang ketika tanganku yang bersabun meraba-raba tubuhku. Aku senang pijatan lembut tanganku di kepala ketika keramas. Mungkin juga ada sensasi seksual saat mandi. Apakah ini juga ada hubungannya dengan perkembangan seksual ala Freudian?

Andai aku belajar psikologi.

Tidak ada komentar: